Type something and hit enter

author photo
Oleh On
Saat Mahasiswa Pulang Kampung
Oleh: Khaolil Mudlaafar
Ilustrasi: Saat Mahasiswa Pulang Kampung
Ilustrasi: Saat Mahasiswa Pulang Kampung
Banner vector created by pch.vector
Sudah menjadi sebuah keniscayaan bahwa mahasiswa yang menjadi bagian dari masyarakat; berasal dari masyarakat; dan pada akhirnya juga akan “pulang kampung” (terjun kembali ke masyarakat). Apalagi bagi mahasiswa yang berasal dari wilayah pedesaan, dimana masyarakatnya masih banyak yang berpendidikan rendah atau bisa dibilang sedikit yang berpendidikan tinggi. Maka seakan seluruh masyarakat satu desa sudah menanti kembalinya mahasiswa untuk pulang ke desanya, tentu dengan segudang harapan yang ada.

Status sebagai seorang mahasiswa dipandang memiliki keunggulan yang lebih. Selain dari pendidikan yang telah dilakoninya, pengalaman hidup bersosial dengan lingkungan cendekia menjadikan modal berharga yang bisa diterapkan di masyarakat. Mari kita mulai esai ini dengan obrolan ibu-ibu di warung makan, saat penulis sedang menikmati makanan yang sederhana, namun menjadi sangat nikmat karena memang perut sudah minta jatah. Ditambah dengan “bumbu penyedap” dari ibu-ibu yang sedang berbincang tentang mahasiswa, semakin nikmat rasanya.

Sebagai seorang mahasiswa, telinga ini rasanya menjadi semakin peka saat status itu dibicarakan. Obrolan itu membahas tentang seorang – kebetulan adalah mahasiswa – yang dianggap tidak bisa hidup “bertetangga”. Dengan rumah yang jauh dari tempatnya kuliah, maka ia bertempat tinggal dalam indekos. Setiap ada tetangganya yang lewat depan kos, alih-alih menyapa dengan penuh keramahan, mahasiswa itu malah langsung menutup pintu kosnya. Alih-alih mengucapkan salam saat berpapasan dengan tetangga kosnya, mahasiswa itu malah diam seolah tidak ada siapapun di sekelilingnya, sambil menunjukkan mimik yang bisa membuat semua orang yang melihat menjadi ingin memberinya ucapan-ucapan kebun binatang.

Kasus tersebut menunjukkan bahwa status mahasiswa sangat dihargai masyarakat. Apabila ada tindakan yang kurang pantas dilakukan oleh seorang dengan status mahasiswa, maka dianggap sebagai masalah besar yang bisa mencoreng ekspektasi masyarakat tentang mahasiswa. Maka dari itu sangat diperlukan sikap yang tepat oleh seorang mahasiswa dalam memposisikan diri di masyarakat. Adapun beberapa sikap yang hendaknya dimiliki oleh mahasiswa dalam kehidupan bermasyarakat akan dipaparkan sebagai berikut.

Pertama, peduli sosial. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, mahasiswa merupakan bagian dari masyarakat. Maka disini mahasiswa dituntut untuk peka terhadap permasalahan sosial yang ada. Sikap acuh tak acuh yang disebabkan karena merasa statusnya sebagai mahasiswa yang lebih tinggi daripada orang-orang pada umumnya harus dibuang jauh-jauh. Karena kehidupan mahasiswa juga sama seperti manusia pada umumnya, tidak hanya sebatas kuliah lalu berorganisasi di dalam kampus. Hal yang paling sederhana misalnya saat bertemu dengan tetangganya menyapa dan uluk salam, baik saat di lingkungan kampus maupun di kampung halaman. Sehingga akan hilang anggapan bahwa mahasiswa adalah golongan manusia anti sosial, yang terpisah dari masyarakat akibat adanya Ivory Tower, terhalang oleh tingginya tembok kampus dengan kehidupannya yang serba semu.

Kedua, keikhlasan dalam mengabdi. Dalam penyelenggaraan kehidupan perguruan tinggi di Indonesia, seluruh aspek manusia di dalamnya – sivitas akademika – dituntut untuk menjalankan kewajibannya yang tertuang dalam “Tridharma Perguruan Tinggi”. Hal ini didasarkan pada UU No. 12 Tahun 2012, Pasal 1 Ayat 9, tentang Pendidikan Tinggi. Tridharma Perguruan Tinggi memiliki tiga poin, yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, serta pengabdian kepada masyarakat. Dengan kedudukannya sebagai sivitas akademika, sudah menjadi kewajiban mahasiswa untuk mematuhi Tridharma Perguruan Tinggi dengan penuh rasa tanggung jawab. Dimana poin pertama (pendidikan dan pengajaran) sudah pasti dilakukan dalam kegiatan perkuliahan, sedangkan poin kedua (penelitian dan pengembangan) mestinya sudah menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan, karena teori yang didapatkan dalam kelas juga perlu diterapkan dalam penelitian. Poin ketiga (pengabdian masyarakat) menjadi sebuah sistem tidak tertulis yang menentukan kebermanfaatan ilmu dari bangku perkuliahan yang diperoleh mahasiswa untuk diterapkan dalam masyarakat.

Membicarakan pengabdian masyarakat, maka mahasiswa dituntut untuk melakukannya dengan ikhlas. Keyakinan bahwa menerapkan ilmunya menjadi kebutuhan untuk berkontribusi di masyarakat harus dimiliki. Mengingat bahwa ilmu akan terus berkembang apabila diamalkan, maka dengan mengamalkan ilmu dan mempraktikannya untuk kehidupan masyarakat, di saat itu pula pengetahuannya semakin bertambah, disisi laim masyarakat juga bisa merasakan manfaat yang diberikan oleh mahasiswa, bukan hanya sebuah status tanpa bukti nyata.

Ketiga, menjadi contoh dalam transfer ilmu pengetahuan dan teknologi, tanpa mengubah kearifan yang telah ada. Dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari perkuliahan dan kehidupan kampus, mahasiswa diharapkan menjadi agent of culture, knowledge, technology transfer. Dengan artian bahwa tradisi berpikiran cerdas dan maju di perguruan tinggi, bisa diajarkan kepada masyarakat dalam forum diskusi karang taruna, kumpul anggota rukun tetangga, sampai sosialisasi pengarahan sesuai ilmu dari bidang yang didapatkannya. Selanjutnya kemampuan dalam hal teknologi juga bisa diajarkan kepada masyarakat, agar memperingan dalam melakukan kehidupan. Dalam hal ini mahasiswa juga berperan sebagai agent of change. Namun perlu dipahami, bahwa sebagai agen perubahan, mahasiswa tidak bisa berperan superior dengan mengubah tradisi dan kearifan lokal yang telah ada. Akan tetapi perubahan disini adalah dalam hal pengoptimalan kearifan lokal yang telah ada, agar bisa membawa manfaat yang lebih serta memberikan keuntungan bagi masyarakat di lingkungannya.

Dalam menjadi agen perubahan, bisa dikatakan bahwa mahasiswa adalah pioner atau pemimpinnya. Untuk itu jiwa leadership (kepemimpinan) menjadi hal krusial yang harus ada dalam diri seorang mahasiswa. Akan menjadi sebuah keuntungan apabila ketika masih kuliah sudah biasa mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) atau organisasi lain, karena biasanya disana jiwa leadership juga ditempa agar bisa berorganisasi dengan baik dan berlatih memimpin ataupun dipimpin. Sehingga saat “pulang kampung”, mahasiswa tidak gagap apabila terjun di masyarakat, yang notabene merupakan sebuah organisasi sosial besar di linggungannya. Namun bagi mahasiswa pasif yang hanya disibukkan dengan kegiatan perkuliahan, maka hal ini bisa menjadi penghambat saat “pulang kampung”.

***

Dari paparan tersebut, maka bisa dipahami bahwa mahasiswa yang dipandang “lebih” oleh masyarakat, harus bisa menjadikan ekspektasi ke-“lebih”-an itu menjadi realita. Memiliki sikap peduli dengan masyarakat menjadi titik awal yang bisa membaurkan mahasiswa dengan masyarakat, supaya terbentuk hubungan yang harmonis tanpa sekat. Selain itu kesadaran dalam mengabdi kepada masyarakat juga harus dilaksanakan; disertai dengan pengamalan membagi pengetahuan, pola pikir maju, serta kemampuan dalam menguasai teknologi. Sehingga mahasiswa bisa menjadi pemimpin yang membuat perubahan posistif dan membawa kesejahteraan dalam kehidupan masyarakat. Tanpa adanya sikap gengsi disebabkan perbedaan status yang bisa mengakibatkan timbulnya kesenjangan sosial, karena perlu ditekankan kembali, bahwa mahasiswa adalah bagian dari masyarakat.