Type something and hit enter

author photo
Oleh On
HAK
PENGERTIAN HAK DAN KEWAJIBAN
Hak
Hak
Prof. Dr. Notonegoro
       Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan melulu oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain manapun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya.
Kewajiban berasal dari kata wajib. Wajib adalah beban untuk memberikan sesuatu yang semestinya dibiarkan atau diberikan melulu oleh pihak tertentu tidak dapat oleh pihak lain manapun yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh yang berkepentingan. Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan.
HAK DAN KEWAJIBAN MENURUT PARA AHLI (UMUM)
       Hukum didalamnya mengatur peranan dari para subjek hukum yang berupa hak dan kewajiban.
       HAK adalah suatu peran yang bersifat fakultatif artinya boleh dilaksanakan atau tidak dilaksanakan.
       KEWAJIBAN adalah peran yang bersifat imteratif artinya harus dilaksanakan. Hubungan keduanya adalah saling berhadapan dan berdampingan karena didalam hak terdapat kewajiban untuk tidak melanggar hak orang lain dan tidak menyalahgunakan haknya.
Menurut Soerjono Soekanto
Hak dibedakan menjadi 2 :
1. Hak searah atau relatif, muncul dalam hukum perikatan atau perjanjian. Misal hak menagih atau melunasi prestasi.
2. Hak jamak arah atau absolut, terdiri dari :
    a) Hak dalam HTN (Hukum Tata Negara) pada penguasa menagih pajak, pada warga hak asasi;
    b) Hak kepribadian, hak atas kehidupan, hak tubuh, hak kehormatan dan kebebasan;
    c) Hak kekeluargaan, hak suami istri, hak orang tua, hak anak;
    d) Hak atas objek imateriel, hak cipta, merek dan paten.

       Hak dalam bahasa Belanda disebut Subjectief recht, sedangkan objectief recht artinya Hukum.
1. Hak Mutlak (absolut), ialah memberikan kekuasaan atau wewenang kepada yang bersangkutan untuk bertindak, dipertahankan dan dihormati oleh orang lain.
    a)  Hak asasi manusia;
    b) Hak publik, misal hak atas kemerdekaan atau kedaulatan, hak negara memungut pajak;
    c) Hak keperdataan, hak menuntut kerugian, hak kekuasaan orang tua, hak perwalian, hak  
        pengampuan, hak kebendaan dan hak imateriel.
2. Hak relatif (nisbi), ialahmemberikan hak kekuasaan atau wewenang kepada orang tertentu untuk menuntut kepada orang kain tertentu untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu, dan menyerahkan sesuatu.
    a) Hak publik relatif, hak untuk memungut pajak atas pihak tertentu;
    b) Hak keluarga relatif, hak suami istri;
    c) Hak kekayaan relatif, hak dalam hukum perikatan atau perjanjian misal jual-beli.


       Sedangkan pengertian hak Absolut dan hak  Relatif menurut Sudikno adalah. Macam-macam Hak Secara garis besar (dalam Sudikno, 2003:54), Hak dibagi dalam 2 (dua) macam golongan yaitu:
1.      Hak Absolut (absolute rechten, onpersoonlijke rechten).Hak absolut adalah hubungan hukum antara subyek hukum dengan obyek hukum yang menimbulkan kewajiban pada setiap orang lain untuk menghormati hubungan hukum itu. Hak absolut memberi wewenang bagi pemegangnya untuk berbuat atau tidak berbuat, yang pada dasarnya dapat dilaksanakan terhadap siapa saja dan melibatkan setiap orang. Isi hak absolut ini ditentukan oleh kewenangan pemegang hak. Kalau ada hak absolut pada seseorang maka ada kewajiban bagi setiap orang lain untuk menghormati dan menanggungnya. Pada hak absolut pihak ketiga berkepentingan untuk mengetahui eksistensinya sehingga memerlukan publisitas. Hak absolut terdiri dari hak absolut yang bersifat kebendaan dan hak absolut yang tidak bersifat kebendaan. Hak absolut yang bersifat kebendaan meliputi hak kenikmatan (hak milik, hak guna bangunan dan sebagainya) dan hak jaminan.
2.      Hak Relatif (nisbi, relative rechten, persoonlijke rechten).Hak relatif adalah hubungan subyek hukum dengan subyek hukum tertentu lain dengan perantaraan benda yang menimbulkan kewajiban pada subyek hukum lain tersebut. Hak relatif adalah hak yang berisi wewenang untuk menuntut hak yang hanya dimiliki seseorang terhadap orang-orang tertentu. Jadi hanya berlaku bagi orang-orang tertentu; (kreditur dan debitur tertentu). Pada dasarnya tidak ada pihak ketiga terlibat. Hak relatif ini tidak berlaku bagi mereka yang tidak terlibat dalam perikatan tertentu, jadi hanya berlaku bagi mereka yang mengadakan perjanjian. Hak relatif ini berhadapan dengan kewajiban seseorang tertentu. Orang lain, pihak ketiga tidak mempunyai kewajiban. Antara kedua pihak terjadi hubungan hukum yang menyebabkan pihak yang satu berhak atas suatu prestasi dan yang lain wajib memenuhi prestasi.

Menurut Salmond, Di dalam hak terdapat 4 pengertian :
1. Dalam arti sempit, hak berpasangan dengan kewajiban
a) Hak yang melekat pada seseorang sebagai pemilik;
b) Hak yang tertuju kepada orang lain sebagai pemegang kewajiban antara hak dan kewajiban berkorelatif;
c) Hak dapat berisikan untuk kewajiban kepada pihak lain agar melakukan perbuatan (comission) atau tidak melakukan (omission) suatu perbuatan;
d) Hak dapat memiliki objek yang timbul dari comission dan omission;
e) Hak memiliki titel, ialah suatu peristiwa yang menjadi dasar sehingga hak itu melekat pada pemiliknya.
2. Kemerdekaan, hak memberikan kemerdekaan kepada seseorang untuk melakukan kegiatan yang diberikan oleh hukum namun tidak untuk menggangu, melanggar, menyalahgunakan sehingga melanggar hak orang lain, dan pembebasan dari hak orang lain.
3. Kekuasaan, hak yang diberikan untuk, melalui jalan dan cara hukum, untuk mengubah hak-hak, kewajiban-kewajiban, pertanggungjawaban atau lain-lain dalam hubungan hukum.
4. Kekebalan atau imunitas, hak untuk dibebaskan dari kekuasaan hukum orang lain.
Menurut Curzon, Hak dikelompokan menjadi 5, yaitu :
1. Hak sempurna, misal dapat dilaksanakan dan dipaksakan melalui hukum, dan hak tidak sempurna, misal hak yang dibatasi oleh daluwarsa;
2. Hak utama, hak yang diperluas oleh hak-hak lain, hak tambahan, melengkapi hak utama;
3. Hak publik, ada pada masyarakat, negara dan hak perdata, ada pada seseorang.
4. Hak positif, menuntut dilakukannya perbuatan, hak negatif agar tidak melakukan;
5. Hak milik, berkaitan dengan barang dan hak pribadi berkaitan dengan kedudukan seseorang;
Hak Legal dan Hak Moral
Hak legal adalah hak yang didasarkan atas hukum dalam salah satu bentuk. Hak legal ini lebih banyak berbicara tentang hukum atau sosial. Contoh kasus,mengeluarkan peraturan bahwa veteran perang memperoleh tunjangan setiap bulan, maka setiap veteran yang telah memenuhi syarat yang ditentukan berhak untuk mendapat tunjangan tersebut.
Hak moral adalah didasarkan atas prinsip atau peraturan etis saja. Hak moral lebih bersifat soliderisasi atau individu. Contoh kasus, jika seorang majikan memberikan gaji yang rendah kepada wanita yang bekerja di perusahaannya padahal prestasi kerjanya sama dengan pria yang bekeja di perusahaannya. Dengan demikain majikan ini melaksanakan hak legal yang dimilikinya tapi dengan melnggar hak moral para wanita yang bekerja di perusahaannya. Dari contoh ini jelas sudah bahwa hak legal tidak sama dengan hak moral.
T.L. Beauchamp berpendapat bahwa memang ada hak yang bersifat legal maupun moral hak ini disebut hak-hak konvensional. Contoh jika saya menjadi anggota klub futsal Indonesia, maka saya memperoleh beberapa hak. Pada umumnya hak–hak ini muncul karena manusia tunduk pada aturan-aturan dan konvensi-konvensi yang disepakati bersama. Hak konvensional berbeda dengan hak moral karena hak tersebut tergantung pada aturan yang telah disepakati bersama anggota yang lainnya. Dan hak ini berbeda dengan hak Legal karena tidak tercantum dalam sistem hukum.
Hak Positif dan Hak Negatif
Hak Negatif adalah suatu hak bersifat negatif , jika saya bebas untuk melakukan sesuatu atau memiliki sesuatu dalam arti orang lain tidak boleh menghindari saya untuk melakukan atau memilki hal itu. Contoh: hak atas kehidupan, hak mengemukakan pendapat.
Hak positif adalah suatu hak bersifat postif, jika saya berhak bahwa orang lain berbuat sesuatu untuk saya. Contoh: hak atas pendidikan, pelayanan, dan kesehatan. Hak negatif haruslah kita simak karena hak ini terbagi lagi menjadi 2 yaitu: hak aktif dan pasif. Hak negatif aktif adalah hak untuk berbuat atau tidak berbuat sperti orang kehendaki. Contoh, saya mempunyai hak untuk pergi kemana saja yang saya suka atau mengatakan apa yang saya inginkan. Hak-hak aktif ini bisa disebut hak kebebasan. Hak negatif pasif adalah hak untuk tidak diperlakukan orang lain dengan cara tertentu. Contoh, saya mempunyai hak orang lain tidak mencampuri urasan pribadi saya, bahwa rahasia saya tidak dibongkar, bahwa nama baik saya tidak dicemarkan. Hak-hak pasif ini bisa disebut hak keamanaan.
Hak Khusus dan Hak Umum
Hak khusus timbul dalam suatu relasi khusus antara beberapa manusia atau karena fungsi khusus yang dimilki orang satu terhadap orang lain. Contoh: jika kita meminjam Rp. 10.000 dari orang lain dengan janji akan saya akan kembalikan dalam dua hari, maka orang lain mendapat hak yang dimiliki orang lain.
Hak Umum dimiliki manusia bukan karena hubungan atau fungsi tertentu, melainkan semata-mata karena ia manusia. Hak ini dimilki oleh semua manusia tanpa kecuali. Di dalam Negara kita Indonesia ini disebut dengan “ hak asasi manusia”.
Hak Individual dan Hak Sosial
Hak individual disini menyangkut pertama-tama adalah hak yang dimiliki individu-individu terhadap Negara. Negara tidak boleh menghindari atau mengganggu individu dalam mewujudkan hak-hak yang ia milki. Contoh: hak beragama, hak mengikuti hati nurani, hak mengemukakan pendapat, perlu kita ingat hak-hak individual ini semuanya termasuk yang tadi telah kita bahas hak-hak negative.
Hak Sosial disini bukan hanya hak kepentingan terhadap Negara saja, akan tetapi sebagai anggota masyarakat bersama dengan anggota-anggota lain. Inilah yang disebut dengan hak sosial. Contoh: hak atas pekerjaan, hak atas pendidikan, hak ata pelayanan kesehatan. Hak-hak ini bersifat positif.
Kewajiban dikelompokan menjadi 5, yaitu :
1. Kewajiban mutlak, tertuju kepada diri sendiri maka tidak berpasangan dengan hak dan nisbi melibatkan hak di lain pihak;
2. Kewajiban publik, dakam hukum publik yang berkorelasi dengan hak publik ialah wajib mematuhi hak publik dan kewajiban perdata timbul dari perjanjian berkorelasi dengan hak perdata;
3. Kewajiban positif, menghendaki dilakukan sesuatu dan kewajiban negatif, tidak melakukan sesuatu;
4. Kewajiban universal atau umum, ditujukan kepada semua warga negara atau secara umum, ditujukan kepada golongan tertentu dan kewajiban khusus, timbul dari bidang hukum tertentu, perjanjian;
5. Kewajiban primer, tidak timbul dari perbuatan melawan hukum, misal kewajiban untuk tidak mencemarkan nama baik dan kewajiban yang bersifat memberi sanksi, timbul dari perbuatan melawan hukum misal membayar kerugian dalam hukum perdata.

KASUS-KASUS PELANGGARAN HAK
1. Contoh Kasus Pelanggaran Hak Paten
       Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Mengenai Pelanggaran Hak Cipta. Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi majalah Indonesia What’s On, Warsito Wahono, mengirimkan satu paket berkas laporan ke Dewan Pers tertanggal 10 Juni 2002, yang berisi mengenai putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan nota pembelaannya, tentang penjatuhan yaitu vonis satu tahun penjara dan denda Rp10 juta untuk tuduhan pelanggaran hak cipta oleh majalah tersebut. 

Kasus ini berawal -sesuai dengan fotokopi kliping nota pembelaan Warsito- dari pemuatan obyek foto, pada majalah Indonesia What’s On, edisi 138 Tahun 1998, yang tertulis MADAME D SYUGA DOC, yang notabene merupakan foto mantan istri Presiden pertama RI, Ratna Sari Dewi Soekarno. Dalam surat kepada Dewan Pers, Warsito, menyatakan keputusan ini akan berdampak pada kebebasan berekspresi dan kebebasan pers. Atas putusan pengadilan tersebut, Warsito menyatakan akan naik banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta, dan meminta kepada Dewan Pers untuk memprotes putusan tersebut yang dinilai tidak fair. Dalam proses persidangan, Warsito, menghadirkan beberapa ahli saksi yang antara lain RH Siregar, SH, Wakil Ketua Dewan Pers. 
       Vonis yang dijatuhkan oleh Rukmini Ketua Majelis Hakim, tersebut akan menjadi yurisprudensi baru di bidang hukum, khususnya tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Warsito dalam suratnya mengatakan ‘ada ketidak adilan dalam mengambil keputusan mengingat dalam pertimbangan-pertimbangannya telah mengabaikan Undang-Undang Pers serta adanya Fair Use Defense yang mengacu kepada Konvensi Berne yang mengecualikan adanay pelanggaran Hak Cipta selain adanya saksi-saksi ahli’, selain itu Madame D Syuga telah dilarang peredarannya di Indonesia oleh Jaksa Agung. 
       “Beberapa pasal dalam UU Hak Cipta membatasi dan menyusahkan kebebasan pers”, demikian komentar Atmakusumah Astraatmadja Ketua Dewan Pers, tentang kasus ini yang dimuat majalah Gatra, edisi 15 Juni 2002. Ermawati Direktur Hak Cipta, Direktorat Jenderal Hukum Atas Kekayaaan Intelektual (HAKI); memberikan komentar tentang kasus ini pada majalah yang sama (Gatra-red) “Jika tujuan utnuk pendidikan, ilmiah, dan informasi semata, penggandaan foto tidak bermasalah. Tapi, dalam kasus What’s On, jelas tujuannya komersial”. Ketua Umum Perhimpunan Masyarakat Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) Indonesia Gunawan Suryomurcitro, mengatakan (courtesy-Gatra) “Dalam kasus What’s On, pengutipan itu jelas untuk tujuan komersial. Jadi, soal pengecualian dalam Pasal 14 (UU Hak Cipta) itu tidak berlaku”.
       Kasus ini merupakan kasus yang baru di Indonesia, khususnya mengenai Hak Cipta, karena di RUU HAKI yang sedang digodok di DPR, aturan hak cipta tentang fotografi akan dijadikan salah satu pasal di dalam UU HAKI, sehingga tanpa persetujuan orang yang dipotret dan tidak untuk kepentingan yang dipotret, pemegang hak cipta atas potret tidak boleh mempublikasikannya. 
2.      Pelanggaran Hak Cipta atas Musik dan Lagu yang Dituangkan dalam Bentuk VCD/DVD. Dalam transaksi perdagangan VCD/DVD/CD bajakan ini diketemukan ada banyak pihak yang terlibat.
       Dari praktek perdagangan VCD/DVD bajakan, maka sangat jelas bahwa praktek perdagangan VCD/DVD bajakan merupakan suatu tindakan pelanggaran hukum hak cipta. Pelanggaran hukum hak cipta ini dapat menimbulkan kerugian yang sangat luas. Pelanggaran hak cipta bukan hanya merugikan “economic rights” dari pemilik atau pemegang hak, namun dalam skala yang lebih luas juga menimbulkan dampak negatif bagi pemerintah serta masyarakat luas, yang secara totalitas menimbulkan kerugian yang sangat besar.
Menurut Ditjen Bea Cukai kerugian-kerugian tersebut secara jelas lagi dapat dibagi kepada 3 pihak, yakni:
1. Kerugian konsumen
Konsumen harus membayar mahal untuk barang palus, berkualitas rendah, mudah rusak dan mengakibatkan kerusakan materi serta membahayakan kesehatan dan keselamatan jiwa.
2. Kerugian masyarakat usaha, pemegang hak, pencipta
Turunnya nilai penjualan, kerugian finansial, kerugian moral (moral rights), rusaknya reputasi, menurunnya kreatifitas dan hilangnya insentif untuk melakukan inovasi, terganggunya pengembangan teknologi.
3. kerugian pemerintah, negara dan perekonomian
Terganggunya perekonomian nasional, hilangnya pendapatan pajak, hilangnya kepercayaan internasional, rusaknya moralitas bangsa, terhambatnya alih tekonologi baru, keengganan PMA untuk invenstasi, terhambatnya akses pasar untuk komoditi ekspor, ancaman terhadap perdagangan internasional.
Dalam hal pelanggaran hukum hak cipta sendiri, bentuk pelanggaran ini ada yang bersifat keperdataan dan ada yang bersifat pidana. Dalam kaitannya dengan sifat keperdataan, dalam praktek perdagangan VCD/DVD bajakan ini pihak pedagang telah melanggar hak ekonomi dari pencipta/pemegang hak cipta. Pelanggaran hak ekonomi tersebut berupa pengumuman. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 5 UU Hak Cipta yang menyatakan bahwa pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan,pengedaran atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar atau dilihat orang lain.
Dari bunyi ketentuan tadi sangat jelas bahwa melakukan penjualan ciptaan yang dilindungi hak cipta merupakan bentuk pengumuman. Hal yang dipraktekkan oleh pedagang VCD/DVD bajakan berupa mengumumkan (baca: menjual) tanpa izin dari pemegang hak cipta, di mana tindakan ini merupakan pelanggaran hukum hak cipta.
Apabila pelanggaran hukum hak cipta ini dilihat dari sisi keperdataan, maka pemegang hak cipta dapat melakukan upaya-upaya hukum berupa gugatan ke Pengadilan Niaga. Di dalam Pasal 56 ayat (1) UU Hak Cipta menyatakan: “Pemegang hak cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran hak ciptaannya dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil perbanyakan ciptaan itu.”
Selanjutnya di dalam Pasal 56 ayat (3) UU Hak Cipta memberikan upaya pencegahan melalui peran aktif hakim berupa pengeluaran perintah kepada pelanggar untuk menghentikan kegiatan pengumuman dan/atau perbanyakan ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta.
Di dalam hukum hak cipta telah dirumuskan beberapa tindakan/perbuatan yang dapat dikategorikan pelanggaran hak cipta. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 72 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8), (9) UU Hak Cipta. Intinya beberapa perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana adalah :
1.      Perbuatan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan berupa perbanyakan dan pengumuman ciptaan atau pelanggaran atas hak moral pencipta.
2.      Perbuatan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada pihak umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait.
3.      Perbuatan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer.
4.      Perbuatan dengan sengaja melanggar dengan cara mengumumkan setiap ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah di bidang agama, pertahanan dan keamanan negara, kesusilaan serta ketertiban umum.
5.      Perbuatan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20 atau Pasal 49 ayat (3).
6.      Perbuatan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55.
7.      Perbuatan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25.
8.      Perbuatan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27.
9.      Perbuatan sengaja melanggar Pasal 28.

HUBUNGAN PELANGGARAN HAK DENGAN PENANGANAN HAK
Langkah – Langkah Hukum yang telah Ditempuh Pemerintah untuk Mengurangi Pelanggaran Hukum Hak Cipta atas Musik dan Lagu yang Dituangkan dalam Bentuk VCD/DVD.
Dengan ditemukannya permasalahan-permasalahan dalam pelanggaran hak cipta atas musik dan lagu dalam bentuk VCD/DVD dibutuhkan berbagai langkah hukum. Langkah hukum ini adalah suatu tindakan yang diambil guna mengurangi pelanggaran hak cipta oleh pedagang VCD/DVD musik dan lagu bajakan. Tindakan tersebut dapat dilakukan oleh aparat pemerintah atau penegak hukum.
       Dari penelitian yang telah dilaksanakan sebenarnya baik pemerintah maupun aparat penegak hukum telah mengambil langkah-langkah hukum terhadap pelanggaran hak cipta atas musik dan lagu dalam bentuk VCD/DVD bajakan.
       Langkah-langkah hukum yang biasanya dilakukan oleh pemerintah, misalnya melakukan kegiatan sosialisasi tentang hak cipta dan melakukan kerja sama dengan instansi pemerintah pusat seperti Direktorat Jenderal HKI.
Dalam hal sosialisasi tentang hak cipta terkadang dilakukan oleh Setda Biro Hukum atau Kantor Wilayah Hukum dan HAM. Sosialisasi ini biasanya menghadirkan pakar-pakar dalam bidang hak cipta.
       Sosialisasi atas hak cipta terkadang dilakukan juga oleh masyarakat. Hal ini sekaligus merupakan bentuk kepedulian masyarakat akan pentingnya melindungi dan menghargai hak cipta orang lain.
      Salah satu persoalan di dalam memberikan sosialisasi ini memang pola sosialisasi belum dilakukan secara sistemik dan terkoordinasi. Bukti belum sistemiknya sosialisasi ini di mana belum ada target-target khusus dari pemerintah pada segmen masyarakat tertentu dalam bersosialisasi, sehingga dalam jangka waktu tertentu terbentuk kesadaran masyarakat atas hak cipta ini.
       Selanjutnya, masalah lainnya dari langkah hukum yang diambil ini berupa belum terkoordinasikannya antar lembaga pemerintah dan antar lembaga pemerintah dengan lembaga swasta. Alhasil kecenderungan terjadinya duplikasi materi sosialisasi tidak dapat dihindarkan. Langkah yang ditempuh oleh Aparat Penegak hukum dilakukan berupa penegakan hukum hak cipta. Penegakan hukum yang dilakukan dengan mengambil tindakan hukum refresif. Tindakan hukum refresif ini biasanya dilakukan dengan sistem terjadwal. Istilah yang dikenal adalah tindakan razia.
       Penegakan hukum hak cipta oleh pihak kepolisian sebenarnya memposisikan polisi harus proaktif. Hal ini sejalan dengan delik pidana yang dianut yakni delik biasa. Delik biasa ini artinya polisi diberikan wewenang untuk mengambil tindakan hukum setiap saat jika ditemukan adanya pelanggaran hak cipta, tanpa harus menunggu adanya pengaduan dari pihak yang dirugikan.
Secara teoritik penerapan delik biasa dalam ketentuan hukum hak cipta dikarenakan adanya beberapa pertimbangan:
1.      Kerugian ditimbulkan dari adanya pelanggaran hak cipta tidak hanya diderita oleh pemegang hak cipta. Negara juga ikut dirugikan akibat tidak memperoleh pajak penghasilan atas keuntungan yang diperoleh dari pembajakan tersebut.
2.      Adanya pelanggaran hak cipta yang tidak ditangani dengan serius pada akhirnya dapat menambah tatanan sosial, hukum dan ekonomi.
3.      Pelanggaran hak cipta sebagai hak milik perorangan, lebih tepat diklasifikasikan sebagai delik biasa seperti halnya terhadap pencurian, perampasan, penipuan.
Dari hasil tindakan hukum refresif ini diperoleh hasil-hasil berupa tindakan penyitaan atas produk-produk VCD/DVD bajakan dengan jumlah 500 ribu keping.
Untuk kebijakan penegakan hukum hak cipta menurut Ramelan dapat dilakukan melalui hal-hal sebagai berikut:
Pertama, pendekatan komprehensif yaitu pendekatan yuridis dalam rangka mewujudkan cita ketertiban dan kepastian hukum, pendekatan filosofis dalam rangka menegakan cita keadilan, dan pendekatan sosiologis dalam rangka mewujudkan cita manfaat bagi masyarakat. Pendekatan tersebut dilaksanakan dengan mengindahkan norma-norma keagamaan serta menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Kedua, membangun kepercayaan masyarakat terhadap hukum, dapat dilakukan dengan memberdayakan institusi penegakan hukum.
Ketiga, sumber daya manusia memiliki peran yang menentukan dalam mengemban dan mengembangkan misi aparat penegak hukum, di samping sarana dan prasarana. Untuk maksud tersebut, kebijakan penegakan hukum hak cipta diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sehingga memiliki kemampuan serta keterampilan yang meliputi:
a). Pengembangan profesionalisme di bidang penguasaan pengetahuan teknis dan manajerial;
b). Meningkatkan integritas kepribadian;
c). Memupuk sikap/kader disiplin aparatur.
Keempat, membangun budaya masyarakat yang patuh dan taat hukum sebagai iklim yang kondusif dalam penegakan hukum.
Untuk strategi penegakan hukum hak cipta beberapa hal yang harus dilaksanakan adalah:
       Pertama, penyidikan dan penuntutan tindak pidana hak cipta diarahkan untuk mengungkap sumber kejahatan yang melibatkan pelaku-pelaku produsen kejahatan hak cipta bukan sekedar pengedar atau pemakai. Strategi ini dimaksudkan untuk membangun dan memulihkan kepercayaan masyarakat domestik maupun internasional bahwa pemerintah benar-benar serius memberikan perlindungan hak cipta.
       Kedua, meningkatkan pelaksanaan penerapan dan penegakan hukum yang memberikan kepastian hukum dan keadilan kepada masyarakat pencari keadilan. Strategi ini dimaksudkan agar proses penegakan hukum berlangsung secara proporsional dan profesional, sehingga aparat penegak hukum terhindar dari kesalahan dalam proses penyidikan, penuntutan, putusan dan eksekusi.
       Ketiga, menerapkan prinsip-prinsip akuntabilitas dan transparansi dalam penegakan hukum hak cipta. Strategi ini ditujukan sebagai bentuk pertanggung jawaban kepada publik. Untuk itu agar diupayakan publikasi penanganan perkara sejak dari penyidikan sampai dengan eksekusi secara terus menerus sehingga masyarakat mengetahui dan mengikuti perkembangan penyelesaian perkara tersebut secara benar. Dengan demikian diharapkan masyarakat dapat menentukan posisi partisipasinya dalam pemberantasan dan penegakan kejahatan hak cipta.
       Keempat, mengembangkan sistem manajemen dan organisasi penegak hukum yang mantap sebagai pengayom masyarakat. Strategi ini dimaksudkan agar masyarakat dengan mudah dan jelas menyampaikan laporan atas kejahatan yang ditemukan kepada aparat penegak hukum.
Kelima, mengembangkan keterpaduan dalam proses penegakan hukum melalui penyelidikan/ penyidikan gabungan antara penyidik dan penuntut umum. Strategi ini dimaksudkan untuk mempercepat proses penanganan perkara, mencegah terjadinya bolak-balik perkara antara penuntut umum dengan penyidik.

0 komentar

Terima kasih telah berkomentar dengan bahasa yang sopan, positif, serta membangun