Masih Malu Mengakui
 |
| Warisan Budaya Maritim Nusantara - Kholil Media |
"Buku adalah jendela dunia" sangat tepat untuk menggambarkan isi buku ini. Buku yang berjudul “Warisan Budaya Maritim Nusantara” bukan hanya berisi pembahasan serius, namun juga pemikiran unik nan menggelitik disajikan sebagai pembuka perspektif baru dalam dunia arkeologi, khususnya arkeologi bawah air. Berisi kumpulan makalah dalam Pertemuan Ilmiah Arkeologi (PIA) XIV pada tanggal 24-27 Juli 2017 di Bogor. Buku setebal 392++ halaman ini menyajikan tulisan yang bukan hanya dari akademisi perguruan tinggi, namun juga tulisan para penggiat budaya dari berbagai komunitas.
Bagian yang cukup menarik di buku ini membahas tentang peran arkeolog dalam menjaga warisan maritim bawah air, yang sejatinya bersinggungan pula dengan nilai ekonomis. Penemuan situs kapal karam dengan beragam barang bawaannya menjadi kekayaan negara yang dianggap terlalu rendah apabila dinilai dengan rupiah. Permasalahan yang muncul ketika barang sejenis yang terlalu banyak, namun tidak memiliki tempat yang layak untuk pelestarian. Sehingga kebanyakan tersimpan di gudang dengan kondisi tidak terawat, sedangkan sebagian kecil ditampilkan dalam display museum.
Ironisnya saat negara ini memiliki banyak utang, seharusnya barang tinggalan arkeologis sebagai salah satu kekayaan negara bisa menjadi penjamin, namun menjadi tidak bernilai di dunia internasional karena keengganan arkeolog dan pemerintah memberikan nilai nominal pada benda tersebut. Di sisi lain para arkeolog menampik bahwa profesi mereka sedikit banyak memiliki orientasi pada uang. Secara logika segala penelitian yang mereka lakukan, secara langsung maupun tidak langsung menghasilkan uang sebagai sumber penghidupannya. Pembahasan yang menjadi kontroversi sebab menyinggung etika profesi.
Selain bagian kontroversial tersebut, masih banyak pembahasan di buku ini mengenai kekayaan budaya maritim Indonesia serta upaya yang layak diimplementasikan untuk pelestariannya. Kesadaran bahwa betapa kayanya warisan budaya maritim akan semakin meningkat setelah membaca keseluruhan buku ini.
Baca dan yakinlah bahwa buku merupakan cakrawala ilmu pengetahuan!
Bagian yang cukup menarik di buku ini membahas tentang peran arkeolog dalam menjaga warisan maritim bawah air, yang sejatinya bersinggungan pula dengan nilai ekonomis. Penemuan situs kapal karam dengan beragam barang bawaannya menjadi kekayaan negara yang dianggap terlalu rendah apabila dinilai dengan rupiah. Permasalahan yang muncul ketika barang sejenis yang terlalu banyak, namun tidak memiliki tempat yang layak untuk pelestarian. Sehingga kebanyakan tersimpan di gudang dengan kondisi tidak terawat, sedangkan sebagian kecil ditampilkan dalam display museum.
Ironisnya saat negara ini memiliki banyak utang, seharusnya barang tinggalan arkeologis sebagai salah satu kekayaan negara bisa menjadi penjamin, namun menjadi tidak bernilai di dunia internasional karena keengganan arkeolog dan pemerintah memberikan nilai nominal pada benda tersebut. Di sisi lain para arkeolog menampik bahwa profesi mereka sedikit banyak memiliki orientasi pada uang. Secara logika segala penelitian yang mereka lakukan, secara langsung maupun tidak langsung menghasilkan uang sebagai sumber penghidupannya. Pembahasan yang menjadi kontroversi sebab menyinggung etika profesi.
Selain bagian kontroversial tersebut, masih banyak pembahasan di buku ini mengenai kekayaan budaya maritim Indonesia serta upaya yang layak diimplementasikan untuk pelestariannya. Kesadaran bahwa betapa kayanya warisan budaya maritim akan semakin meningkat setelah membaca keseluruhan buku ini.
Baca dan yakinlah bahwa buku merupakan cakrawala ilmu pengetahuan!
Baca juga: Rembang Coral Age
0 komentar
Terima kasih telah berkomentar dengan bahasa yang sopan, positif, serta membangun