Type something and hit enter

author photo
Oleh On

Berdamai dengan Kehidupan

Kami (Bukan) Jongos Berdasi - Kholil Media ID
Kami (Bukan) Jongos Berdasi - Kholil Media ID
Halo teman-teman, lama rasanya tidak menambah postingan tentang “Sapa Pustaka”. Kali ini giliran kelanjutan dari buku “Kami (Bukan) Sarjana Kertas” yang akan kita bahas, judulnya yaitu “Kami (Bukan) Jongos Berdasi”. Buku ini masih menjadi bagian dari tetralogi (atau bahkan lebih) karya Bang Jombang Santani Khairen, lebih dikenalnya dengan Bang J. S. Khairen.


Berbeda dengan sebelumnya yang bersampul kuning dan saya memiliki buku fisiknya, buku yang ini bersampul merah dan saya membacanya via buku elektronik dengan fasilitas Google Play Book. Ini semua karena kebaikan hati Bang J. S. Khairen dan Kawan-kawan Penerbit Bukune, mereka memberikan kesempatan bagi pembaca dengan menggratiskan unduhan untuk tiga e-book, dua buku di atas ditambah Buku “Igauan Kita”, demi menunjang Work from Home (WFH) dan #dirumahaja di masa pandemi Covid-19.

Saya pribadi mengucapkan terima kasih banyak atas kebaikan hatinya, semoga pahala selalu mengalir kepada mereka. Sebenarnya buku ini sudah lama terbit dengan cetakan pertama pada tahun 2019, sedangkan yang saya baca adalah versi e-book cetakan kedua Januari 2020. Jumlah halaman vi + 414 halaman dengan jenisnya novel.

Novel ini menceritakan kelanjutan kisah hidup dari tokoh-tokoh di buku sebelumnya, kisah mahasiswa kelompok konseling bersama dosennya dari Universitas Daulat Eka Laksana (UDEL) yang nasib kampusnya tragis karena ulah dosen kolot Sugiono dan kroni-kroninya. Di kisah novel sebelumnya semua mahasiswa baru di kampus UDEL dibagi dalam kelompok konseling dengan satu dosen menjadi pembimbingnya.

Salah satunya adalah kelompok yang berjumlah tujuh mahasiswa dan satu dosen anak pemilik yayasan kampus. Kelompok itu beranggotakan Ogi, Gala, Arko, Randi, Juwisa, Sania, dan Cath mereka adalah mahasiswa dari berbagai program studi dan fakultas, ditambah dengan Bu Lira sebagai dosen pembimbingnya. Ogi sebagai ketua kelompok sehingga gup chat yang dibuatnya diberi nama Grup Kelompok Ogi, meskipun akhirnya keluar.

Kisahnya beragam, Ogi “Si Plontos” yang nyaris bunuh diri namun gagal sampai kena DO dari kampusnya karena tidak memenuhi syarat minimal, akhirnya mendalami dunia IT hingga memperoleh kesempatan pelatihan di Bali dan bisa bekerja di Silicon Valley, menjadi bagian Alphabet Inc. sebuah perusahaan IT yang masuk dalam jajaran korporasi paling bonafide di dunia.

Lalu Juwisa “Si Ubin Masjid” yang selalu membuat suasana menjadi adem, sempat terancam putus kuliah karena dijodohkan ayahnya dengan Enggar seorang PNS, namun karena usaha teman-teman dan Bu Lira akhirnya berhasil mengubah keinginan ayahnya.

Arko yang mengambil cuti demi mengejar impiannya menjadi fotografer profesional hingga ke Eropa, padahal teman-temannya sudah lulus dan nasib kampusnya yang akan berakhir, tinggal nama saja.

Randi “Si Klimis” mirip Kim Jong Unch dengan gaya bicaranya bahasa Inggris gado-gado, berhasil lulus saat masih bingung mencari kerja akhirnya berhasil viral karena pemberitaannya tentang kehidupan seorang nenek di sebuah desa, hingga dilirik perusahaan media massa untuk menjadi jurnalis.

Gala, anak konglomerat yang berusaha hidup mandiri untuk membuktikan kepada ayahnya dan  memilih menjadi guru.

Sania mantan Randi saat SMP, sempat dipenjara karena kasus seisap dua isap, yang merelakan impiannya menjadi penyanyi dan bergabung dengan Bank Emirates Equity of Kathar (Bank EEK).

Cath, yang hanya sebentar di kampus UDEL dan melanjutkan kuliah di Amsterdam, Belanda. Lalu Bu Lira yang selalu menginspirasi dengan filosofi binatangnya, harus berusaha mengurus Yayasan Kampus UDEL karena masalah yang terjadi dan membuat ayahnya sakit.

Bertahan dan Berdamai dengan Kehidupan, Terkadang Rencana Kita Bukan yang Terbaik

Cerita dalam novel ini terbagi menjadi 5 babak dalam 48 episode ditambah epilog. Dibuka dengan kisah Sania dan pekerjaannya di Bank EEK, sebuah gambaran kehidupan seperti terjebak dalam sarang tikus. Pembukaan masih sama dengan novel sebelumnya menggunakan filosofi hewan tikus, bahwa kehidupan sebenarnya setelah lulus dari dunia kampus ibarat berada dalam sarang tikus, yang menjijikkan dan bisa membawa penyakit karena gigitannya. Pilihannya adalah bisa bertahan atau menyerah menghadapi kejamnya dunia.

Beberapa bulan di dunia kerja perkembangan Sania dinilai buruk oleh supervisornya, Mbak Laksmi, dibandingkan dengan kawan lainnya yang waktu masuknya sama bahkan dengan aak baru sekalipun. Kondisi itu diperparah dengan rasa tersaingi dirinya oleh keberadaan Tessa, Dean, dan Jeffry yang dinilai kerjanya lebih bagus. Memang bila dibandingkan lainnya, Sania bisa dinilai sudah bernasib baik sebab lulusan kampus UDEL yang hampir tinggal nama bisa masuk di bank ini, bank yang namanya moncer di luar tapi internalnya tidak sedemikian bagusnya. Dibandingkan dengan Tessa dan geng yang lulusan kampus terbaik di negeri ini, Universitas Damba Inspirasi Negeri (UDIN).

Sedikit beruntung masih ada Lina yang menjadi teman baiknya, selalu mendukung dan mengerjakan tugas Sania di kala malas, menjadi pendengar curhatan di kala stres, hematnya Lina adalah seseorang yang paling bisa mengerti Sania di kantornya. Sebenarnya kerja Sania tidaklah terlalu buruk, kemampuan analisisnya tergolong bagus namun untuk semangat dan kemampuan kerja tim masih di bawah standar.


Sania selalu merasa bahwa Tessa tak ubahnya seorang tukang jilat terhadap atasannya, meskipun sebenarnya itu hanyalah perasaan dia. Namun di kala Tessa dan geng mengajak Sania untuk menonton konser Coldplay di Singapura, ternyata dia mau-mau saja. Hitung-hitung bisa rekreasi sekaligus memuaskan keinginannya sebagai pecinta musik, walaupun sebenar genre yang disukainya berbeda.

Dia lupa karena kinerjanya yang buruk nasibnya terancam, akan ada perhatian khusus terkait kinerjanya sampai dengan evaluasi selanjutnya.  Siapatahu dengan menonton konser pikirannya menjadi segar dan berefek pada meningkatnya performa dalam kerjaan, pikirnya. Masalah biaya dia sedikit merasa bingung, sebab gajinya masih kurang ditambah belum ada bonus, tapi emak Sania menguatkan hingga keputusan gegabah dibuatnya untuk mengambil pinjaman di situs PinjamOnline.com. Sebuah keputusan yang berisiko mengingat pinjaman itu memiliki bunga besar.

Nasib serupa dialami oleh Juwisa, kehidupannya penuh dengan perjuangan. Setelah lulus dan meninggalkan keluarganya lagi di kampung dengan bisnis restoran yang dikelola bersama oleh mantan calon suaminya. Ia mempunyai sebuah impian, melanjutkan pendidikannya demi meningkatkan taraf hidup keluarganya. Perjuangannya tak boleh diremehkan, sangat sungguh-sungguh. Setiap hari selalu mempersiapkan diri demi mendapatkan Beasiswa LUDP, beasiswa bergengsi dari pemerintah negeri ini untuk putra-putri terbaiknya.

Bukan main-main, kampus luar negerilah yang menjadi incarannya. Tentu dalam persiapannya apalagi kembali hidup di ibukota biaya diperlukan, hingga pekerjaan apapun dilakukan. Juwisa membagi waktunya untuk bekerja di layanan jasa kebersihan rumah KuyClean, bagian dari layanan start-up decacorn KuyJek. Sembari itu rupanya ia juga turut mempersiapkan Ujian CPNS, hingga buku tebal Trik Jitu Lulus Ujian CPNS pun menjadi santapannya sehari-hari. Tentunya selain buku utama berjudul “Baca Buku Ini! Anda Pasti Diterima Beasiswa LUDP!”, sebab tujuan utamanya tetap melanjutkan studi.

Rupanya lain ladang lain ilalang, lain lubuk lain ikannya. Agaknya itulah peribahasa yang tepat untuk menggambarkan kondisi Sania dan Juwisa dibandingkan dengan Randi, Gala, dan Ogi. Nasib mereka bertiga jauh lebih mujur, sesuai bahkan lebih dengan apa yang diharapkan. Randi berhasil menjadi wartawan andalan tempatnya bekerja. Jurus-jurus click bait digunakannya, asal bos senang, berita viral, membuatnya senang bukan kepalang. Meskipun sebenarnya antara judul dan isi beritanya membuat pembaca geram. Posisinya itu semakin diperhitungkan, ia diberikan kesempatan untuk mewawancarai presiden dalam peresmian sekaligus peletakan batu pertama pemindahan ibukota di kalimantan.

Namun namanya manusia, ada kalanya kehidupan seperti itu masih kurang hingga ia memutuskan keluar dari tempanya bekerja dan berpindah di sebuah artist managemen. Berlian di manapun tempatnya akan tetap berkilau, di sana pun karirnya cepat berkembang, mentereng dalam waktu singkat. Sebenarnya satu halangan bagi Randi, urusan hati sulitnya dalam hubungan percintaan. Di kala sudah serius, hatinya selalu patah. Selly pacar yang lalu menjadi rekan kerjanya, Juwisa, bahkan cinta lamanya pada Sania berhasil membuatnya kacau beberapa kali.

Gala yang memang ingin menjadi pendidik ditambah hobinya untuk naik gunung mendirikan perpustakaan sebagai rumah baca gratis di desa terakhir di wilayah gunung, bernama “Pustaka Kaki Gunung”. Usaha itu dilakukan bersama dengan teman-teman komunitas pendakinya. Tujuannya tetap agar anak-anak di wilayah itu bisa mengetahui banyak hal melalui buku yang notabene cakrawala dunia.

Sebenarnya keinginan Gala adalah mendirikan sekolah sendiri, namun nasihat ayahanda adalah seseorang yang mau terjun di suatu bidang harus mengetahui dulu medannya. Alasan logis itu diterima gala, hingga alternatifnya ia menjadi guru di sebuah sekolah di kotanya. Perjalanan itu juga yang mengantarkan Gala menemui jodohnya, Tiana, teman komunitas pendaki yang memiliki jiwa sosial tinggi dan alumni dari Kampus UDIN.

Ogi? Sungguh menggelegar nasibnya. Filosofi binatang yang tepat menurut Bu Lira, yaitu ibarat kutu loncat, orang lain bahkan dirinya sendiri tidak pernah menduga ia akan sesukses itu. Sebagai seorang yang ahli di Aphabet Inc., diaa kerap diundang menjadi narasumber utama yang di hormati di berbagai forum IT dunia. Idenya yang semakin kreatif disambut positif oleh para developer sehingga apa pun yang diciptakan bisa diterima pasaran.

Tentu pundi-pundi uang bertambah, bukti sederhana dengan papan bunga paling besar tidak kurang dari lima meter pun menjadi ucapan paling menonjol di kala pernikahan Gala dan Tiana. Meskipun orangnya tidak datang namun atas bantuan temannya, Miral, karangan itu sampai dengan aman dan berhasil membuat siapapun geli membaca tulisan di dalamnya. Hingga sewaktu pulang ke Indonesia, Ogi mampu membawa keluarganya berpindah dari kontrakkan kecil ke rumah megah fasilitas lengkap bak istana.

Kisah mereka tidak berhenti sampai di sana. Lalu bagaimana kisah tokoh lainnya? Novel yang dikemas dengan beragam konflik yang kompleks tersebut susah untuk saya tuliskan sepenuhnya dalam tulisan ini.

Kisah-kisahnya menjadi cerminan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat kita, sehingga pembaca seakan merasa sangat dekat dengan ceritanya. Tak heran buku-buku karya Bang J.S. Khairen selalu booming dan menjadi national best seller, selalu tampil di rak utama buku terlaris di setiap gerai toko buku. Sehingga saya dengan senang hati merekomendasikan buku ini sebagai bacaan, pun bisa sebagai refleksi terhadap sikap dalam menjalani kehidupan atau apa yang kita lakukan saat ini. Selamat membaca! Mari kita tunggu kelanjutan kisah tokoh-tokoh tersebut di novel selanjutnya.

Kutipan favorit saya dari novel ini
“Ketika kita menyimpulkan seseorang belum dewasa, dari cara ia menyikapi masalah, boleh jadi memang ia belum dewasa.
Namun jika sering betul kita menilai orang-orang belum dewasa, boleh jadi kitalah yang masih kanak-kanak.
Tiap orang punya masalahnya sendiri. Jika kita berharap mereka semua bisa menyelesaikan masalahnya dengan rumus kita, artinya kitalah yang belum siap dewasa. Minggir dulu sana. Pahamilah, menjadi dewasa bukan berarti juga menerima bahwa dunia tak berjalan sesuai rumus kita.”

2 komentar

Terima kasih telah berkomentar dengan bahasa yang sopan, positif, serta membangun