Finalis Lomba Esai Nasional SAFIK 2016, SSC FIB UNS
Kupatan-Lomban,
Merias Wisata Budaya di Rembang
Setiap daerah mempunyai ciri
khas yang membedakan dengan daerah lainnya. Kekhasan itu bisa menjadi nilai
positif tersendiri bagi daerah tersebut. Salah satu nilai positifnya adalah
dengan menjadikan ciri khas sebagai keunggulan yang bisa menjadi daya tarik
dalam dunia pariwisata. Karena konsep wisata sendiri berdasarkan undang-undang
nomor 10 tahun 2009, wisata adalah adalah perjalanan yang dilakukan oleh
seseorang atau kelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan
rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari daya tarik wisata yang
dikunjunginya dalam jangka waktu sementara.
Banyak sekali kekhasan dari
suatu daerah yang bisa menjadi daya tarik dalam dunia kepariwisataan, salah
satunya adalah kebudayaan. Terdapat tujuh unsur kebudayaan menurut pendapat
Kluckhon dalam bukunya yang berjudul Universal Categories of Culture,
ketujuh unsur tersebut adalah (1) Peralatan dan perlengkapan hidup manusia
(pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi dan
sebagainya); (2) Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian,
peternakan, sistem produksi, sistem distribusi dan sebagainya); (3) Sistem
kemasyarakatan (sistem kekerabatan, sistem hukum, organisasi politik, sistem
perkawinan); (4) Bahasa (lisan maupun tertulis); (5) Kesenian (seni rupa, seni
suara, seni gerak dan lain sebagainya); (6) Sistem pengetahuan; dan (7) Religi
(sistem kepercayaan). Kebudayaan menjadi hal yang sangat perlu diperhatikan
dalam dunia kepariwisataan. Karena menurut penuturan Prof. Azril Azhari, Ph.D,
saat ini tren dari pariwisata dunia telah bergeser. Pergeseran tersebut dari old
tourism (sun, sand, and sea) menjadi new tourism (serenity,
sustainability, and spiritability). Dimana old tourism lebih
mengedepankan dari alam apa adanya; sedangkan new tourism mengedepankan
konsep ketenangan, keberlanjutan, dan kerohanian. Unsur dari new tourism
tersebut bisa kita temukan dalam kebudayaan atau cultural heritage.
Ilustrasi: Kupatan-Lomban - Kholil Media (Sumber: krjogja.com) |
Dari konsep wisata dan
kebudayaan, kita bisa memahami bahwa wisata yang berbasis budaya atau biasa
disebut wisata budaya adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh
seseorang atau kelompok dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan
rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari daya tarik budaya dengan
memanfaatkan potensi budaya dari tempat yang dikunjungi tersebut. Wisata budaya
yang dikelola dengan baik akan menjadikan keuntungan tersendiri bagi suatu
daerah. Sehingga potensi-potensi yang ada di suatu daerah mengenai wisata
budaya harus diperhatikan dan ditingkatkan.
Pemda dalam Peningkatan
Potensi Wisata Budaya Rembang
Salah satu daerah dengan
potensi wisata budaya yang besar adalah Rembang. Kabupaten yang terletak di
Provinsi Jawa tengah, lebih tepatnya di wilayah Pantai Utara Jawa ini memiliki
beragam budaya yang berpotensi besar untuk dikembangkan menjadi wisata budaya.
Budaya tersebut sudah sejak lama dimiliki, karena Rembang dahulu memang
merupakan salah satu daerah kekuasaan Kerajaan Majapahit, tepatnya saat pusat
pemerintahan Rembang masih berada di Lasem. Selain itu letaknya yang merupakan
pesisir menjadikan budaya di Rembang semakin beragam. Karena melalui pantailah
zaman dahulu banyak pedagang dari luar yang berinteraksi, sehingga menyebabkan
akulturasi budaya dan menyebabkan terbentuknya budaya baru khas pesisiran.
Bentuk dari budaya hasil
akulturasi di Rembang adalah Kupatan-Lomban. Acara tersebut telah
menjadi tradisi Rembang sejak lama. Dimana dilaksanakan setiap tahunnya di hari
kedelapan pada Bulan Syawal, atau masyarakat setempat menyebutnya dengan Wulan
Bada. Kupatan-Lomban menjadi ‘lebaran kecil’-nya orang Rembang,
karena acara tersebut dilaksanakan setelah dilakukannya puasa sunah enam hari
di Bulan Syawal. Puasa sunah dilakukan pada hari kedua Syawal, setelah perayaan
Hari Raya Idul Fitri.
Budaya yang menjadi tradisi di
Rembang tersebut sudah dilihat prospeknya oleh pemerintah daerah setempat.
Pemerintah Daerah Kabupaten Rembang melihatnya sebagai prospek yang cerah untuk
meningkatkan potensi wisata di Rembang, terutama wisata budaya asli Rembang.
Sehingga kebijakan-kebijakan dibuat dan dilakukan Pemda Rembang untuk
merealisasikan prospek yang sudah ada menjadi keuntungan daerah. Langkah nyata
dari Pemda sendiri adalah meliburkan hari sekolah dan PNS setempat sampai
tanggal kesembilan di Bulan Syawal. Perpanjangan libur tersebut tidak menyalahi
aturan, karena penggantian hari aktif dilakukan dengan cara mengundur hari
libur di Bulan Ramadan. Kebijakan tersebut disebarkan dimasing-masing instansi
pemerintah dan pendidikan terkait. Tujuan dikeluarkannya kebijakan itu tidak
lain adalah agar pada saat acara akbar Kupatan-Lomban banyak wisatawan
yang berdatangan untuk menyaksikannya.
Tindakan Pemda Rembang tidak
hanya soal hari libur, namun dengan mengenalkan budaya Rembang kepada
wisatawan. Pemerintah menginstruksikan bagi masyarakat setempat untuk ikut
andil dalam menyukseskan acara akbar tahunan itu. Saat Kupatan-Lomban
banyak sanggar tari lokal yang menampilkan Orek-orek & Gondorio,
kedua tarian tersebut merupakan kesenian tari asli setempat. Dari pedagang
makanan juga menyajikan makanan khas Rembang, baik itu makanan berat yang
mengenyangkan maupun makanan ringan, seperti lontong tuyuhan, jangan mrica,
sate serepeh, dumbeg, dan ketupat atau dalam Bahasa Jawanya adalah Kupat.
Bagi para pembuat Batik Lasem, mereka akan memamerkan kain-kain batik hasil
cantingannya, Batik Lasem mempunyai motif khas pesisiran dengan akulturasi
Tionghoa. Motif dari hasil budaya seni membatik yang menjadi kekhasan Kabupaten
rembang. Para nelayan juga tidak mau kalah mereka menampilkan seni bela diri
asli khas pesisiran berupa gulat yang disebut dengan Pathol Sarang.
Tidak ketinggalan pula dilakukan Larung sajen-Sedhekah laut yang
merupakan budaya hasil dari akulturasi antara Kejawen, Hindu-Budha, dan Islam. Sedhekah
Laut tersebut dilakukan dengan serangkaian acara seperti karnaval hasil
laut, gunungan hasil bumi, berdoa bersama, dan larung sajen kepala sapi
ke Laut Utara Jawa. Hal yang paling menarik minat wisatawan adalah acara inti
yaitu Lomban. Karena dalam Lomban wisatawan diizinkan untuk
terlibat langsung dalam acaranya. Lomban dilakukan dengan cara puluhan
perahu nelayan yang ditumpangi beberapa peserta, akan didayung dari Pantai
Kartini Rembang menuju Pulau Gedhe. Pulau Gedhe merupakan pulau terbesar dari
tiga pulau yang berada di Kabupaten Rembang. Selain dari Pulau Marongan dan
Pulau Karang Gosong. Dengan melibatkan wisatawan secara langsung artinya Pemda
Rembang telah melakukan hal yang sangat menguntungkan. Bagaimana tidak,
wisatawan merasa kalau dirinya diapresiasi dan bisa merasakan langsung menjadi
pelaku budaya, sehingga disamping budaya akan lestari wisatawan juga akan
tertarik untuk datang lagi pada even yang sama di tahun-tahun mendatang. Bahkan
mereka akan ikut mengajak keluarga, saudara, atau teman untuk datang ke Kupatan-Lomban.
Sehingga secara tidak langsung wisatawan menjadi media promosi gratis bagi
pemerintah daerah untuk wisata budaya di Rembang.
Pemda Rembang dalam
mempromosikan wisata budaya juga tidak main-main. Di tahun 2016 ini saja Bupati
Rembang yang sebagai pemimpin Kabupaten Rembang, mengundang bupati-bupati dari
daerah lain se-Jawa Tengah dan Jawa Timur dalam pengenalan potensi wisata
budaya yang dimiliki Rembang. Ini merupakan tindakan yang mempunyai efek
positif, dengan diundangnya pemimpin dari daerah lain maka akan membuat wisata
budaya Rembang semakin dikenal luas. Sehingga nantinya diharapkan banyaknya
wisatawan luar daerah yang datang dalam wisata budaya Kupatan-Lomban di
Rembang.
Saat pelaksanaannya pemerintah
daerah bekerja sama dengan aparat keamanan untuk mengupayakan berjalannya acara
dengan aman. Jalan-jalan utamapun juga ditutup guna memberikan tempat yang luas
tanpa adanya gangguan lalu lintas. Guna kelancarannya maka kendaraan akan
dialihkan menuju jalur alternatif.
Kesuksesan Kupatan-Lomban
dengan Gotong Royong masyarakat
Partisipasi masyarakat daerah
dalam persiapan dan pelaksanaan Kupatan-Lomban juga sangat tinggi.
Pernyataan tersebut bisa diambil karena sebelum pelaksanaan mereka sudah
menyiapkan semua hal yang diperlukan, seperti misalnya pembuatan gunungan hasil
bumi, kupat, lepet, dumbeg, serta kepala sapi untuk larung sajen.
Bagi masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar Pantai Kartini Rembang, maka
mereka akan bekerja sama untuk mempersihkan lingkungan dan juga mendirikan stand-stand
untuk makanan dan Batik Lasem khas Rembang. Masyarakat dari kalangan pegiat
seni akan menampilkan suguhan terbaik berupa pertunjukan seni asli Rembang.
Masyarakat nelayan juga menghias perahu-perahu mereka untuk acara inti Lomban
yang bakal menyita banyak perhatian wisatawan.
Rembang yang termasuk wilayah
yang dilalui Pegunungan Kendeng Utara, dengan wilayahnya yang terbagi dari
dataran rendah dan dataran tinggi tidak menghilangkan rasa kesatuan
masyarakatnya. Buktinya saat diadakan acara Kupatan-Lomban masyarakat
dari segala usia baik tua maupun muda; laki-laki maupun perempuan; dari wilayah
dhuwuran, ngisor, maupun mbelah semua datang dalam acara
tersebut. Mereka mengajak keluarga, sanak saudara, dan tetangga. Biasanya
dengan rombongan satu desa dengan beberapa mobil pick up atau truk.
Mereka rela meninggalkan pekerjaannya sehari sebagai pedagang, petani, pegawai,
maupun nelayan hanya untuk memeriahkan acara yang telah menjadi tradisi
nenek-moyang tersebut.
Terlebih bagi mereka yang
berasal dari wilayah tengah dan pinggiran dari pusat kabupaten, mereka sangat
menantikan acara Kupatan-Lomban. Bahkan mereka sudah menyiapkan
kendaraan dan diri dengan penuh suka cita. Kupatan-Lomban menjadi wadah
bagi masyarakat se-Kabupaten Rembang untuk membuktikan solidaritas mereka yang
sebudaya, setradisi, dan kekeluargaan tanpa membedakan. Entah siapa yang
memulai namun acara tersebut, namun tampaknya sudah menjadi acara wajib yang
harus diagendakan dan diutamakan daripada acara lainnya.
Wisatawan Aktif dan Senang,
Wisata Budaya Lebih Maju
Kupatan-Lomban membawa
kesan positif bagi wisatawan. Hal tersebut tidak bisa dipungkiri, karena mereka
ikut aktif sebagai pelaksana acara budaya yang sudah menjadi tersebut. Sudah
menjadi sifat alamiah manusia, apabila mereka diberi kesempatan melakukan
sesuatu yang baik dan diapresiasi maka membawa rasa bahagia dalam hatinya.
Dengan merasa senang mereka secara tidak langsung akan ikut mempromosikan
wisata budaya dari Rembang tersebut. Apalagi sekarang adalah masa perkembangan
teknologi yang sangat pesat. Akses internet menjadi lebih mudah. Media sosial
semakin beragam. Ditambah dengan fenomena foto selfie dan grouvie.
Mereka akan berfoto saat mengikuti pelaksanaan Kupatan-Lomban sebagai
realisasi rasa senang mereka. Kemudian foto tersebut akan di-upload
dimedia sosial. Lalu mereka akan menuangkan rasa senangnya dengan
tulisan-tulisan sebagai keterangan foto yang disebut caption, tidak lupa
diberikan tagar. Caption yang diberikan biasanya akan mengandung unsur
persuasif sehingga bisa menarik orang yang melihat foto dan membaca
keterangannya. Dan ketika seseorang tertarik maka akan melakukan hal yang sama,
yaitu datang di acara Kupatan-Lomban di tahun berikutnya.
Sinergi Semua Unsur dalam
Wisata Budaya Kupatan-Lomban
Pemerintah daerah, masyarat,
dan wisatawan mempunyai andil yang sangat besar dalam Wisata Budaya Kupatan-Lomban.
Ketiga unsur tersebut saling berintegrasi untuk ‘merias’ prospek wisata daerah
asli Rembang yang kental akan unsur budayanya. Riasan tersebut tampak berhasil
dengan semakin semaraknya penyelenggaraan Kupatan-Lomban setiap tahun.
Peningkatan kunjungannya pun apabila dibuat grafik terus merangkak naik.
Sinergi ketiga unsur tersebut akan semakin kuat apabila ditambah dengan
dukungan dari dua unsur pemerintah tingkat atas. Seperti Pemerintah Daerah
Tingkat II Jawa Tengah, dengan semboyannya Jateng Gayeng yang selalu
menggelora. Serta dukungan dari Pemerintah Pusat dibawah naungan Kementrian
Kebudayaan dengan ‘Pesona Indonesia’-nya yang selalu tampak di televisi.
Pasalnya dukungan dari kedua unsur tersebut bagi terselenggaranya acara Kupatan-Lomban
di Rembang kurang nampak. Seperti dianaktirikan. Wisata budaya dari daerah lain
yang sudah moncer (termasyhur) dimana-mana selalu giat untuk dipromosikan
dan diberi dana, bahkan istilah Jawanya nganti jor-joran, ananging
sing wis ketok nyata kurang kondhang dadi mendelep ing jroning bhumi (akan
tetapi yang sudah jelas- jelas kurang terkenal semakin hilang ditelan bumi).
0 komentar
Terima kasih telah berkomentar dengan bahasa yang sopan, positif, serta membangun