Dilema “Pulang Kampung” Mahasiswa
“Pulang
kampung” Mahasiswa Kampus Mesen dan Tirtomoyo, Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret (FK UNS) sudah terealisasikan. Sebuah kebahagiaan bagi mahasiswa
yang selama ini terpisah dari “kampung halaman” mereka, tempat keberadaan induk
UNS yang notabene masuk wilayah Kentingan, Jebres, Surakarta. Tidak bisa
dipungkiri rona kebahagiaan ditunjukkan mereka dengan adanya hal itu.
Banyak
faktor yang bisa dijadikan alasan kebahagian itu. Faktor sarana dan prasarana
(sarpras) menjadi yang paling utama dan mendasar dalam, kebutuhan sarpras lebih
mudah didapatkan, begitupun dari segi kelengkapan dan kualitas fasilitas yang ada. memang
tidak bisa apabila sarpras di kampus “wilayah” dibandingkan dengan yang ada di
kampus “pusat”. Akan jauh berbeda. Untuk lebih memahaminya kita bisa mengambil
contoh berupa fasilitas pustaka penunjang pendidikan. Dimana kampus UNS
Kentingan yang memiliki tujuh lantai dengan bidang kajian khusus di setiap
lantainya, menjadikan pencarian buku sebagai referensi materi kuliah menjadi
lebih mudah. Ditambah lagi berbagai macam buku dengan penulis berbeda namun dengan
kajian yang sama jauh lebih banyak dan cukup lengkap.
Faktor
lainnya adalah dari kemudahan akses selain kegiatan wajib perkuliahan. Dalam
berbagai hal banyak urusan mahasiswa yang menyangkut tanda tangan untuk
pengesahan sebuah dokumen, tidak hanya pengesahan dari dosen maupun kepala
program studi, namun juga terkadang sampai harus meminta pengesahan dari dekan
ataupun wakil dekan sesuai bidangnya. Sedangkan keberadaan dekan dan wakilnya
sudah pasti berada di pusat fakultas berada, dalam hal ini pusat dari FK UNS
berada di Kampus kentingan. Dari penjabaran itu bisa kita ketahui bahwa apabila
mahasiswa Kampus Mesen dan Tirtomoyo membutuhkan pengesahan dari dekan ataupun
wakilnya, maka mereka harus datang terlebih dahulu ke pusat FK UNS. Jarak akses
perbedaan wilayah tersebut menjadi penghambat, belum lagi mereka harus
menyesuaikan jadwal kuliah dengan waktu untuk mengurusi tanda tangan tersebut. Termasuk
kedekatan dengan Biro Kemahasiswaan dan Alumni, yang menjadi kemudahan bagi
mahasiswa dalam mengurusi hal yang menyangkut kehidupannya sebagai mahasiswa.
Faktor-faktor
tersebut menjadi alasan yang wajar apabila mahasiswa kampus “wilayah”
berbahagia dengan perpindahan mereka. Namun segala sesuatu di dunia ini tidak
ada yang sempurna, disamping memiliki sisi positif tentunya “pulang kampung”
Mahasiswa Kampus Mesen dan Tirtomoyo juga memiliki sisi negatif. Dalam tulisan
ini penulis akan memaparkan berbagai sisi negatif yang bisa saja dialami
mahasiswa, selaku salah satu pihak yang terkena dampak langsung terealisasinya
hal ini.
Pertama, mahasiswa perlu menata ulang siklus belajar mereka. Berdasarkan
penuturan Yasmin (18), seorang Mahasiswi Psikologi FK UNS 2016, didapatkan
penulis bahwa mahasiswa dari kedua wilayah tersebut memiliki jadwal awal mata
kuliah pada pukul 08.00 WIB, dengan perpindahan tempat perkuliahan maka mereka
juga perlu menyesuaikan dengan jadwal jam awal mata kuliah Kentingan, yaitu pada
pukul 07.30 WIB. Bukan sebuah beban dan masalah bagi mereka yang tergolong
rajin dan dispilin waktu. Namun hal yang berbeda akan dirasakan oleh mahasiswa
yang tidak terbiasa dengan jadwal yang berbeda, mereka harus berjuang ekstra
untuk mempersiapkan lebih awal segala sesuatu ketika hendak berangkat, agar
tidak telat datang ke perkuliahan.
Kedua, mahasiswa perlu membiasakan diri berbagi sarpras yang ada. Mahasiswa
kampus “wilayah” memiliki ruang kelas tersendiri dalam melaksanakan kegiatan
perkuliahannya. Namun saat “pulang kampung” ke Kampus Kentingan, mahasiswa
harus membiasakan diri berpindah ruangan kelas setiap pergantian mata kuliah.
Belum lagi berbagi sarpras umum, seperti musala, kantin, dan tempat parkir. Di
Kentingan mereka harus antri lebih lama untuk mendapatkan makanan jika membeli
di kantin. Tempat parkir juga semakin sesak dengan jumlah kendaraan yang
bertambah, sesuai dengan pertambahan jumlah mahasiswa di FK UNS karena
perpindahan tempat.
Ketiga, mahasiswa harus beradaptasi dengan lingkungan sekitar yang baru. Dengan
perpindahan tempat perkuliahan, mahasiswa umumnya akan memilih tempat tinggal
(kos, kontrakan) yang baru, dengan maksud lebih dekat dengan tempat perkuliahan
yang “baru” pula. Penyesuaian dengan memilih kos yang sesuai dengan kondisi
keuangan dan juga sesuai dengan keinginan menjadi hal yang perlu diperhatikan.
Karena kos menjadi tempatnya bertempat tinggal sementara selama masa
perkuliahan, sehingga kenyamanan sangat diperlukan untuk menghindari stres yang
bisa memberikan pengaruh buruk bagi proses belajar mereka. Selain itu, hal
sepele yang tidak boleh dilupakan adalah tempat makan. Bagi mahasiswa yang
tinggal di kos dengan kebutuhan makan yang tidak menjadi tanggungan pemilik
kos, maka mereka perlu mencari tempat lain dengan harga yang sesuai dengan
kantung dan rasa sesuai selera. Biasanya mereka mencari makan sudah mempunyai
tempat tetap yang menjadi langganan. Dengan perpindahan kegiatan perkuliahan,
maka mau tidak mau mereka harus mencari tempat makan baru yang bisa dijadikan
sebagai langganan.
Dari
paparan di atas, maka kita bisa mengetahui bahwa dengan adanya “pulang kampung”
Mahasiswa Kampus Mesen dan Tirtomoyo membawa dampak yang tidak bisa dinilai
baik semua maupun buruk semua. Disisi lain perpindahan tersebut menjadikan
mahasiswa sebagai pihak yang diuntungkan, namun disisi lainnya mahasiswa juga
menanggung hal-hal yang “sedikit” menyusahkan diri mereka sendiri. Akan tetapi
kita tidak bisa menafikan bahwa perpindahan kedua kampus “wilayah” ke kampus
pusat UNS di Kentingan, menjadikan mereka bisa menyunggingkan senyum lebar
karena merasa tidak lagi “dianaktirikan”.