Assalamualaikum... sahabat semua. Kali ini kita akan mengenal tokoh yang namanya cukup masyhur di Nusantara. Sosoknya pernah menjadi pemimpin salah satu media massa besar di Jawa serta pernah menjadi menteri. Kisah hidupnya pun pernah difilmkan, Beliau adalah Dahlan Iskan. Tulisan ini tidak akan membahas lebih jauh mengenai filmnya, namun kita akan mempelajari kisah hidup Beliau yang tertuang dalam sebuah buku berjudul “Dahlan Iskan Sang Pendobrak”.
Dahlan Iskan Sang Pendobrak - Kholil Media |
Buku ini merupakan hasil kolaborasi jurnalis dan penulis, yaitu Sholihin Hidayat (Hidayat) dan Abdul Ghofar Mistar (Ghofar). Sholihin sendiri merupakan jurnalis senior salah satu “angkatan intelektual pertama” Jawa Pos. Sejak muda dia aktif dalam dunia pergerakan bergabung dengan organisasi Pergerakan Islam Indonesia (PMII). Dia pernah menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Harian Jawa Pos, menggantikan Dahlan Iskan, sekaligus termasuk pemimpin redaksi terkahir yang dilantik langsung oleh Menteri Penerangan Republik Indonesia, sebelum departemen itu dibubarkan.
Sedangkan Ghofar merupakan penulis yang telah menghasilkan beberapa buku. Dia juga aktif dalam memberikan kajian kitab kuning. Latar belakang penulis tersebut turut mempengaruhi gaya bahasa yang digunakan dalam buku ini, sehingga pembaca bisa lebih mudah memahaminya karena penyampaian yang luwes. Buku ini ditulis dalam 293 halaman, diterbitkan pada tahun 2013 oleh PT Elex Media Komputindo.
Hidayat dan Ghofar membuka tulisan dengan memberikan analisis terhadap tiga nama besar tokoh di Indonesia yang semuanya memiliki arti pendobrak, penerobos, penakluk, atau pembuka jalan. Ketiganya yaitu KH. Ahmad Dahlan, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dan H. Dahlan Iskan. Sesuai dengan nama yang disandangnya, ketiga tokoh tersebut mampu menjadi pendobrak bagi lingkungan sekitar yang kurang “pas” menjadi lebih baik, sehingga bermanfaat bagi kemaslahatan umat.
KH. Ahmad Dahlan menjadi pelopor gerakan pembaharuan Islam di Indonesia menuju ke arah modern. Lalu Gus Dur dengan pemikirannya yang cerdas dan joke-joke-nya mampu menjalankan trik-triknya dalam menghadapi kondisi politik Indonesia yang sedang gonjang-ganjing berada dalam masa transisi. Dia bagaikan sosok Abu Nawas dalam dongeng. Sedangkan Dahlan Iskan merupakan sosok penting dalam perbaikan kondisi Jawa Pos, PLN, dan pembangunan BUMN. Dahlan bertekad mewakafkan dirinya untuk rakyat dan kemajuan bangsa.
Dahlan Iskan lahir di Takeran, Magetan pada tanggal 17 Agustus 1951. Namanya mulai masyhur seantero Nusantara ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memanggilnya ke Istana Negara. Dia yang hanya lulusan madrasah aliyah (sekolah setingkat SMA berbasis Islam) diberikan amanat untuk memperbaiki Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang kondisinya saat itu sedang semrawut. Ketika itu Dahlan sebenarnya sudah menolak tawaran SBY.
Berkali-kali dia katakan kepada presiden bahwa dirinya baru saja sembuh dari sakit parah dan hanya lulusan madrasah aliyah. Dia tidak pernah diajari soal kelistrikan, struk, generator, genset, turbin, dan sebagainya. Namun SBY memberikan alasan lain bahwa yang dibutuhkan dari seorang Dahlan adalah kemampuan manajemen dan kepemimpinannya. Alasan tersebut berhasil membuatnya untuk menerima amanat sebagai Direktur Utama (Dirut) PLN.
Namun bukan Dahlan namanya kalau tidak membuat suatu gebrakan. Amanat yang sebagai Dirut PLN tidak lantas diterimanya begitu saja, dia memberikan syarat yaitu tidak mau menerima gaji dan fasilitas apapun dari perusahaan negara tersebut. Padahal gaji sebagai Dirut PLN saat itu sebesar Rp150 juta/bulan. Tak ada hal istimewa dalam sesi serah terima jabatannya. Setelahnya dia langsung menjalankan tugas barunya, mottonya yang digunakannya adalah “kerja, kerja, dan kerja”.
PLN di bawah kepemimpinannya akhirnya menjadi lebih baik, dia berhasil memperbaiki kondisi di dalam perusahaan yang masih bobrok di sana-sini. keberhasilan tersebut menjadikannya dikagumi oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Cerita berlanjut pada Selasa, 3 Maret 2012, ketika menjabat sebagai Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan mengunjungi perumahan susun di Pulau Gebang, Cakung, Jakarta Timur. Dia menumpang bermalam di rumah milik masyarakat kelas ekonomi menengah kebawah tersebut. Banyak masyarakat yang heran, pasalnya dengan posisi sebagai menteri, Dahlan malah memilih untuk merasakan kehidupan kelas bawah. Namun dia akhirnya memberikan penjelasan bahwa kemiskinan sebenarnya tidak dapat diukur semata-mata dengan daya beli, tapi juga harus diukur dengan potensi diri. Orang yang minim daya belinya tidak dapat dikatakan miskin apabila potensi dirinya masih terkelola dengan baik dan benar.
Hal itu berdasarkan kisahnya di masa kecil, dia mengatakan bahwa kemiskinan pada masa kecilnya sebenarnya suatu hal biasa dalam kehidupan manusia. Waktu itu dia tidak menganggap bahwa kemiskinan merupakan malapetaka yang harus dibesar-besarkan. Bahkan, baginya kemiskinan merupakan sebuah pelajaran berarti bagi kehidupannya di masa mendatang. Oleh karena itu, kekayaan yang sebenarnya menurut Dahlan ada pada diri seseorang.
Sedangkan Ghofar merupakan penulis yang telah menghasilkan beberapa buku. Dia juga aktif dalam memberikan kajian kitab kuning. Latar belakang penulis tersebut turut mempengaruhi gaya bahasa yang digunakan dalam buku ini, sehingga pembaca bisa lebih mudah memahaminya karena penyampaian yang luwes. Buku ini ditulis dalam 293 halaman, diterbitkan pada tahun 2013 oleh PT Elex Media Komputindo.
Hidayat dan Ghofar membuka tulisan dengan memberikan analisis terhadap tiga nama besar tokoh di Indonesia yang semuanya memiliki arti pendobrak, penerobos, penakluk, atau pembuka jalan. Ketiganya yaitu KH. Ahmad Dahlan, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dan H. Dahlan Iskan. Sesuai dengan nama yang disandangnya, ketiga tokoh tersebut mampu menjadi pendobrak bagi lingkungan sekitar yang kurang “pas” menjadi lebih baik, sehingga bermanfaat bagi kemaslahatan umat.
KH. Ahmad Dahlan menjadi pelopor gerakan pembaharuan Islam di Indonesia menuju ke arah modern. Lalu Gus Dur dengan pemikirannya yang cerdas dan joke-joke-nya mampu menjalankan trik-triknya dalam menghadapi kondisi politik Indonesia yang sedang gonjang-ganjing berada dalam masa transisi. Dia bagaikan sosok Abu Nawas dalam dongeng. Sedangkan Dahlan Iskan merupakan sosok penting dalam perbaikan kondisi Jawa Pos, PLN, dan pembangunan BUMN. Dahlan bertekad mewakafkan dirinya untuk rakyat dan kemajuan bangsa.
Dahlan Iskan lahir di Takeran, Magetan pada tanggal 17 Agustus 1951. Namanya mulai masyhur seantero Nusantara ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memanggilnya ke Istana Negara. Dia yang hanya lulusan madrasah aliyah (sekolah setingkat SMA berbasis Islam) diberikan amanat untuk memperbaiki Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang kondisinya saat itu sedang semrawut. Ketika itu Dahlan sebenarnya sudah menolak tawaran SBY.
Berkali-kali dia katakan kepada presiden bahwa dirinya baru saja sembuh dari sakit parah dan hanya lulusan madrasah aliyah. Dia tidak pernah diajari soal kelistrikan, struk, generator, genset, turbin, dan sebagainya. Namun SBY memberikan alasan lain bahwa yang dibutuhkan dari seorang Dahlan adalah kemampuan manajemen dan kepemimpinannya. Alasan tersebut berhasil membuatnya untuk menerima amanat sebagai Direktur Utama (Dirut) PLN.
Namun bukan Dahlan namanya kalau tidak membuat suatu gebrakan. Amanat yang sebagai Dirut PLN tidak lantas diterimanya begitu saja, dia memberikan syarat yaitu tidak mau menerima gaji dan fasilitas apapun dari perusahaan negara tersebut. Padahal gaji sebagai Dirut PLN saat itu sebesar Rp150 juta/bulan. Tak ada hal istimewa dalam sesi serah terima jabatannya. Setelahnya dia langsung menjalankan tugas barunya, mottonya yang digunakannya adalah “kerja, kerja, dan kerja”.
PLN di bawah kepemimpinannya akhirnya menjadi lebih baik, dia berhasil memperbaiki kondisi di dalam perusahaan yang masih bobrok di sana-sini. keberhasilan tersebut menjadikannya dikagumi oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Cerita berlanjut pada Selasa, 3 Maret 2012, ketika menjabat sebagai Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan mengunjungi perumahan susun di Pulau Gebang, Cakung, Jakarta Timur. Dia menumpang bermalam di rumah milik masyarakat kelas ekonomi menengah kebawah tersebut. Banyak masyarakat yang heran, pasalnya dengan posisi sebagai menteri, Dahlan malah memilih untuk merasakan kehidupan kelas bawah. Namun dia akhirnya memberikan penjelasan bahwa kemiskinan sebenarnya tidak dapat diukur semata-mata dengan daya beli, tapi juga harus diukur dengan potensi diri. Orang yang minim daya belinya tidak dapat dikatakan miskin apabila potensi dirinya masih terkelola dengan baik dan benar.
Hal itu berdasarkan kisahnya di masa kecil, dia mengatakan bahwa kemiskinan pada masa kecilnya sebenarnya suatu hal biasa dalam kehidupan manusia. Waktu itu dia tidak menganggap bahwa kemiskinan merupakan malapetaka yang harus dibesar-besarkan. Bahkan, baginya kemiskinan merupakan sebuah pelajaran berarti bagi kehidupannya di masa mendatang. Oleh karena itu, kekayaan yang sebenarnya menurut Dahlan ada pada diri seseorang.
Baca juga: Sang Pendobrak Zaman
Pada kecerdasannya, semangatnya, kemauannya, tekadnya, dan nilai-nilai moral spiritualnya. Dia mengatakan bahwa orang tua pada zaman dahulu menjadikan kemiskinan sebagai guru keprihatinan, bukan sebagai musuh. Musuh yang sebenar-benarnya adalah kebodohan.
Menjadi Menteri BUMN menjadikan Dahlan memiliki tugas untuk mengembangkan perusahaan-perusahaan di bawahnya. Dahlan harus “menyulap” BUMN yang selama ini merugi bisa untung, yang tidak sehat menjadi sehat, yang selama ini tidak stabil menjadi stabil. Menurutnya untuk mengatasi permasalahan itu memerlukan cara-cara tertentu, sebab segala sesuatu memiliki persoalannya sendiri-sendiri dan itu juga memerlukan solusi tertentu.
Mengatasi persoalan di BUMN mengingatkan pada kisahnya saat memimpin Jawa Pos di tahun 1982, dia tak ubahnya menerima buah jagung dari Eric Samola. Bisa saja jagung itu langsung dibakar dan dimakan, tapi dia tidak melakukan itu sebab yang dilakukannya adalah menyemai biji-biji jagung di lahan yang subur sehingga menjadi tanaman yang baru dan menjanjikan buah yang lebih banyak lagi. Pelan tapi pasti berkat mental inovatifnya, Dahlan menjadikan segenggam biji jagung itu menjadi perusahaan besar berskala nasional.
Ada fakta sosial yang memprihatinkan. Sebagaian besar pengusaha besar di Indonesia tidak berlatar belakang pendidikan ekonomi. Sedangkan para pakar dan sarjana ekonomi lulusan perguruan tinggi, pada umumnya tidak mampu bergerak di bidang ekonomi secara riil. Bila hal itu tidak segera dipecahkan maka akan menganggu pembangunan negeri ini. Dahlan menjelaskan bahwa apabila kecerdasan bersinergi dengan kreativitas dengan dipandu oleh mental yang inovatif serta kemauan yang kuat maka akan menghasilkan kesuksesan. Dengan kata lain, kesuksesan merupakan akumulasi dari sinergitas kecerdasan, kreativitas, inovasi, dan semangat juang.
Manusia dengan lima basis kekuatannya; kekuatan fisik, kekuatan kecerdasan, kekuatan pikiran, kekuatan mental, dan kekuatan spiritiual; merupakan subjek perubahan di bumi. Manusia bisa sukses menjadi apa saja bila lima basis potensinya itu berada pada garis lurus. Seorang Dahlan, dengan segala kekurangan dan kelebihannya, ternyata mampu membuktikan diri bahwa lima basis kekuatan tersebut bisa diakumulasikan menjadi kekuatan besar menuju sebuah kemajuan.
Kisah hidup Dahlan menjadi gambaran bahwa semangat dan keyakinanya mampu mengalahkan segalanya. Hal-hal yang dianggap sulit dan tidak bisa ditembus, ternayata bisa dilakukan olehnya. Keyakinan bahwa siapa yang bersungguh-sungguh (dalam berusaha), maka dia akan berhasil (meraih kesuksesan), benar-benar terbukti.
Sebagai buku biografi, maka sifat subjektif pembawaan dalam menceritakan seorang tokoh memang sulit dihindari. Namun penulis berusaha sebisa mungkin objektif melalui pendekatan wawancara dan pemberitaan media massa pada zamannya sebagai sumber penulisan. Buku ini menjadi bacaan yang tepat bagi semua kalangan dari segala usia, sebagai motivasi dalam menjalani sesuatu dengan sungguh-sungguh. Sebab dari biografi Dahlan Iskan yang berasal dari keluarga miskin, namun dengan kecerdasan dan kesungguhannya mampu menemukan solusi-solusi inovatif sebagai jalan keluarnya.
Dia tidak menjadikan kendala ekonomi sebagai hambatan, melainkan menjadi guru berharga bagi kehidupannya. Pengalaman itu menjadi kemudahan tersendiri dalam menyelesaikan permasalahan di tempat ketika dia mendapatkan amanat. Semangatnya itupun pada akhirnya mampu dirasakan manfaatnya oleh banyak orang, bahkan oleh negaranya sendiri. Betapa gambaran yang tepat bahwa sebaik-baiknya hidup (seseorang) adalah dia yang bermanfaat bagi orang lain. Masih banyak bagian-bagian menarik yang bisa dipelajari dari kisah hidup Dahlan Iskan yang disajikan dalam buku ini, sehingga tidak ada ruginya membaca buku secara utuh daripada hanya sekadar review.
Yuk kita tambah wawasan dengan membaca! Membaca menjadi salah satu ikhtiar untuk mendapatkan ilmu sehingga bisa meningkatkan kualitas diri. Selamat membaca! :D
0 komentar
Terima kasih telah berkomentar dengan bahasa yang sopan, positif, serta membangun